Pada intinya, mendoan lahir dari kata mendo dalam bahasa Banyumasan yang berarti “setengah matang” dan teknik penggorengan cepat dengan minyak panas sehingga tekstur tempe menjadi lembek dan kenyal. Makanan ini mulai dikenal luas di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, sejak awal 1960-an saat menjadi komoditas ekonomi lokal. Lebih dari sekadar gorengan, tempe mendoan juga sarat makna sosial: simbol kehangatan, pergaulan, dan warisan budaya takbenda yang kini bahkan diabadikan dalam festival kuliner dan studi antropologi lokal.
Sejarah dan Asal Usul Istilah
Dari “Mendo” hingga “Mendoan”
Istilah mendoan berasal dari kata mendo dalam dialek Banyumasan yang berarti “setengah matang” atau “lembek”. Secara harfiah, mendoan adalah gorengan yang dimasak dengan teknik “goreng rendam”—menggunakan minyak panas agar permukaannya matang cepat, namun bagian dalamnya hanya setengah matang.
Teknik Memasak Unik
Berbeda dengan tempe goreng kering pada umumnya, tempe mendoan dicelupkan ke dalam adonan tepung terigu yang diberi irisan daun bawang, lalu digoreng selama 3–4 menit saja hingga tepung tampak sedikit kering namun tempe tetap lembek. Cara ini menciptakan tekstur kenyal dan rasa gurih yang khas.
Perkembangan Mendoan di Banyumas
Awal Kemunculan
Jejak tempe sebagai hasil fermentasi kedelai sudah ada sejak kedelai diperkenalkan oleh pedagang Asia Tengah berabad lampau. Namun teknik mendoan baru muncul di Banyumas pada pertengahan abad ke-20 sebagai solusi makanan cepat saji bagi para pekerja perkebunan dan buruh pabrik tempe.
Komoditas Ekonomi Lokal
Sejak era 1960-an, tempe mendoan terus dikelola secara komersial oleh para pedagang kaki lima dan warung lokal. Popularitasnya menanjak seiring berkembangnya pariwisata Banyumas, di mana wisatawan berbondong menikmati mendoan sebagai teman kopi atau teh.
Mendoan dalam Budaya dan Sosial
Simbol Kehangatan dan Kebersamaan
Menurut studi Good News From Indonesia, tempe mendoan sering dijadikan sarana “mendo-mendo”—momen berkumpul, bercengkerama, dan mempererat silaturahmi keluarga maupun tetangga. Kehadirannya melambangkan kehangatan obrolan di warung kopi dan ruang makan tradisional.
Warisan Budaya Takbenda
Pada 2021, pemerintah menetapkan mendoan sebagai bagian dari Warisan Budaya Takbenda Indonesia. Keputusan ini mengakui nilai historis dan kultural mendoan, sekaligus mendorong pelestarian resep dan cara pengolahan tradisional.
Ciri Khas Mendoan dibanding Gorengan Lain
-
Tekstur: Kenyal dan lembek, bukan renyah.
-
Rasa: Gurih dengan sentuhan daun bawang yang harum.
-
Waktu Masak: Sangat singkat, 3–4 menit.
-
Bahan: Tempe tipis atau tahu, tepung terigu, bumbu sederhana, daun bawang.
Variasi dan Inovasi
Mendoan Tahu dan Waffle
Variasi modern meliputi mendoan tahu dan mendoan waffle, kreasi kekinian yang dikembangkan chef lokal dan cafe Bandung. Golongan muda terutama antusias mencoba inovasi ini sebagai twist pada rasa tradisional.
Festival dan Bazaar Kuliner
Setiap tahun, Kabupaten Banyumas menggelar Festival Mendoan, menampilkan kompetisi memasak, demo kuliner, hingga pameran UMKM tempe mendoan. Ajang ini memperkuat posisi mendoan sebagai ikon pariwisata kuliner daerah.
Resep Singkat dan Tips Memasak
-
Persiapan Tempe: Iris tipis tempe (sekitar 5–7 mm) agar cepat meresap tepung.
-
Adonan: Campur tepung terigu, sedikit garam, merica, dan irisan daun bawang. Tambahkan air hingga kental.
-
Goreng Rendam: Panaskan minyak banyak, celupkan tempe, lalu goreng 3–4 menit hingga tepung agak kering. Tiriskan sebentar.
-
Sajikan Hangat: Nikmati dengan sambal kecap atau sambal rawit.
Kesimpulan
Mendoan bukan sekadar gorengan setengah matang, melainkan cerminan kreativitas masyarakat Banyumas dalam mengolah tempe sebagai makanan cepat saji yang kaya makna sosial. Dari asal usul kata mendo hingga diabadikan sebagai Warisan Budaya Takbenda, tempe mendoan menunjukkan betapa kuliner tradisional dapat terus berkembang dan menjadi simbol identitas daerah.
baca juga : manfaat jamur enoki yang perlu anda ketahui
Komentar
1 komentar