Apa Itu Printing Money?
angginews.com “Printing money” atau mencetak uang adalah istilah yang sering digunakan untuk menggambarkan proses ketika bank sentral meningkatkan jumlah uang beredar di suatu negara. Secara teknis, ini tidak selalu berarti mencetak uang fisik. Saat ini, pencetakan uang sering kali dilakukan secara digital, misalnya dengan membeli surat utang pemerintah atau aset finansial lainnya dari pasar.
Di Indonesia, otoritas yang memiliki kewenangan untuk mencetak uang adalah Bank Indonesia (BI). Namun, pencetakan uang bukanlah keputusan yang diambil sembarangan, karena menyangkut stabilitas ekonomi secara keseluruhan.
Mengapa Pemerintah Melakukan Printing Money?
Ada beberapa alasan mengapa pemerintah atau bank sentral memilih untuk mencetak uang:
-
Mengatasi Defisit Anggaran: Ketika belanja negara lebih besar dari pendapatan (defisit APBN), mencetak uang menjadi salah satu cara untuk menutup kekurangan dana.
-
Stimulus Ekonomi: Dalam masa krisis seperti pandemi COVID-19, printing money digunakan sebagai alat untuk memberikan stimulus kepada masyarakat dan dunia usaha.
-
Menghindari Pinjaman Luar Negeri: Dengan mencetak uang, negara dapat mendanai kebutuhannya tanpa harus menambah utang luar negeri.
Contohnya, pada masa pandemi COVID-19, Bank Indonesia membeli Surat Berharga Negara (SBN) dalam skema burden sharing dengan pemerintah untuk membantu pendanaan penanganan pandemi. Ini merupakan bentuk printing money yang dilakukan secara terkontrol dan terbatas.
Apa Dampak Positifnya?
-
Peningkatan Likuiditas: Printing money menambah jumlah uang beredar, sehingga bank dan pelaku ekonomi memiliki lebih banyak dana untuk bertransaksi.
-
Stimulus Permintaan: Dengan lebih banyak uang di tangan masyarakat, konsumsi meningkat dan roda ekonomi kembali berputar.
-
Menghindari Resesi: Dalam kondisi ekonomi melemah, pencetakan uang dapat menjadi solusi jangka pendek untuk menjaga pertumbuhan ekonomi.
Risiko dan Dampak Negatif Printing Money
Namun, meskipun printing money bisa bermanfaat, kebijakan ini memiliki risiko besar jika tidak dikendalikan dengan hati-hati.
1. Inflasi Tinggi
Dampak paling umum dari pencetakan uang adalah inflasi. Jika jumlah uang di masyarakat meningkat tetapi jumlah barang dan jasa tetap, maka harga-harga akan naik. Inflasi yang terlalu tinggi bisa mengikis daya beli masyarakat.
Dalam kasus ekstrem, pencetakan uang yang tak terkendali bisa menyebabkan hiperinflasi, seperti yang terjadi di Zimbabwe atau Venezuela. Di negara-negara tersebut, harga barang bisa naik berkali-kali lipat hanya dalam hitungan hari.
2. Penurunan Nilai Tukar Rupiah
Ketika terlalu banyak uang beredar, nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing bisa melemah. Hal ini membuat impor menjadi lebih mahal dan meningkatkan tekanan inflasi dari sisi eksternal.
3. Kehilangan Kepercayaan Pasar
Investor, baik domestik maupun asing, dapat kehilangan kepercayaan terhadap stabilitas fiskal dan moneter Indonesia jika kebijakan printing money dilakukan secara berlebihan. Hal ini dapat mendorong capital outflow dan meningkatkan risiko terhadap stabilitas pasar keuangan.
4. Ketergantungan pada Kebijakan Jangka Pendek
Jika pemerintah terlalu sering mengandalkan pencetakan uang sebagai solusi jangka pendek, maka reformasi struktural seperti peningkatan penerimaan pajak atau efisiensi anggaran bisa terabaikan.
Bagaimana Indonesia Mengelola Risiko Ini?
Bank Indonesia sebagai bank sentral memiliki mandat untuk menjaga stabilitas nilai rupiah, baik terhadap harga barang maupun terhadap mata uang asing. Oleh karena itu, setiap kebijakan pencetakan uang harus mempertimbangkan:
-
Kondisi Inflasi Terkini
-
Jumlah Uang Beredar
-
Kebutuhan Nyata Pembiayaan
-
Koordinasi dengan Pemerintah
Pada 2020-2021, BI secara terbatas mencetak uang untuk membeli SBN dalam skema pembagian beban fiskal (burden sharing). Namun, hal ini dilakukan sementara dan berdasarkan kesepakatan dengan Kementerian Keuangan.
Setelah kondisi ekonomi membaik, BI menghentikan pembelian SBN di pasar primer, kembali ke kebijakan moneter yang lebih konvensional.
Apakah Printing Money Harus Dihindari?
Tidak selalu. Printing money bisa menjadi alat kebijakan yang sah dan bermanfaat, selama dilakukan:
-
Secara terbatas dan temporer
-
Dengan pengawasan ketat
-
Disertai exit strategy
-
Koordinasi antara moneter dan fiskal
Indonesia telah menunjukkan bahwa kebijakan ini bisa dilakukan secara hati-hati untuk menghindari dampak negatif jangka panjang.
Kesimpulan
Printing money merupakan kebijakan moneter yang sensitif namun penting dalam situasi darurat. Di Indonesia, kebijakan ini telah diterapkan selama pandemi untuk menyelamatkan ekonomi, namun dengan prinsip kehati-hatian yang tinggi.
Dampaknya sangat tergantung pada besaran, waktu pelaksanaan, dan pengelolaan risikonya. Jika dilakukan secara sembarangan, konsekuensinya bisa berupa inflasi tinggi, depresiasi rupiah, dan ketidakstabilan ekonomi. Namun, jika dikelola dengan baik, pencetakan uang bisa menjadi jembatan sementara yang menyelamatkan ekonomi dari krisis.
baca juga : kabar malam ini
Komentar