Malam yang seharusnya tenang mendadak berubah tegang ketika Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap seorang hakim aktif di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Djuyamto. Penangkapan itu dilakukan pada Senin malam, 14 April 2025, di kediamannya di kawasan Jakarta Timur.
Hakim Djuyamto, yang dikenal publik sebagai sosok yang cukup tegas dalam memimpin sidang, kini menjadi tersangka dalam kasus dugaan suap penanganan perkara. Dalam penangkapan itu, KPK turut mengamankan sejumlah barang bukti berupa uang tunai dan dokumen yang diduga berkaitan dengan praktik jual beli putusan.
Malam Kelam Seorang Penegak Hukum
Menurut keterangan resmi dari juru bicara KPK, penangkapan dilakukan setelah penyelidikan intensif selama beberapa minggu terhadap dugaan praktik mafia peradilan. Tim penindakan KPK menggerebek rumah Djuyamto sekitar pukul 23.45 WIB dan langsung membawanya ke Gedung Merah Putih KPK untuk diperiksa intensif.
“Yang bersangkutan kami amankan untuk kebutuhan klarifikasi awal dan pendalaman terhadap dugaan tindak pidana korupsi berupa suap,” ujar juru bicara KPK, Ali Fikri.
Keesokan harinya, KPK secara resmi menetapkan Djuyamto sebagai tersangka. Dalam konferensi pers, ia terlihat mengenakan rompi oranye khas tahanan KPK—simbol jatuhnya kehormatan dari seorang penegak hukum menjadi pihak yang berhadapan dengan hukum itu sendiri.
Dugaan Suap dan Perantara
Dari informasi awal yang diterima, Djuyamto diduga menerima uang dari pihak pengacara salah satu terdakwa kasus besar yang tengah disidangkan di PN Jaksel. Uang tersebut diberikan melalui perantara dan diduga sebagai bentuk “terima kasih” atas putusan yang meringankan atau pengaruh dalam proses persidangan.
KPK menyebut nominal uang suap yang diterima Djuyamto mencapai ratusan juta rupiah. Namun, penyidik masih terus mengembangkan kasus ini untuk menelusuri kemungkinan adanya jaringan mafia hukum yang lebih luas.
Reaksi Masyarakat dan Institusi
Penangkapan ini sontak mengundang respons keras dari berbagai kalangan, terutama masyarakat sipil dan pemerhati hukum. Banyak pihak menyayangkan bahwa lembaga peradilan kembali tercoreng oleh ulah oknum hakim yang justru seharusnya menjadi simbol keadilan.
Ketua Komisi Yudisial (KY), Prof. Mukti Rasyid, menyampaikan bahwa kasus ini menjadi pukulan berat bagi integritas pengadilan di mata publik. “Kami mendesak MA dan lembaga peradilan lainnya untuk melakukan pembenahan serius terhadap integritas hakim di seluruh Indonesia,” ujarnya.
Mahkamah Agung pun segera mengambil tindakan. Dalam pernyataan tertulis, MA menegaskan akan menjatuhkan sanksi etik terhadap Djuyamto dan mendukung proses hukum yang berjalan di KPK tanpa intervensi.
Keadilan yang Dikhianati
Kasus ini kembali menunjukkan bahwa sistem peradilan di Indonesia masih rentan terhadap praktik transaksional. Kepercayaan publik terhadap institusi hukum perlu terus dibangun, dan penindakan tegas terhadap oknum seperti Djuyamto adalah langkah penting ke arah itu.
Meski sebelumnya dikenal sebagai hakim dengan rekam jejak baik, langkah Djuyamto kali ini justru membawanya ke jalan yang berseberangan dengan hukum yang ia tegakkan. Jubah kebesaran pengadil kini terganti dengan rompi tahanan—simbol bahwa di hadapan hukum, semua harus setara.
Baca juga : DMDI Dukung Langkah Prabowo Bawa Warga Gaza ke Indonesia
Komentar