Indonesia: Apakah Benar Sedang Darurat Meski Ekonomi 5,12%?
angginews.com Di kuartal kedua tahun 2025, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 5,12% (year-on-year, yoy). Fortune+3Badan Pusat Statistik Indonesia+3The Investor+3 Angka ini melampaui prediksi banyak ekonom yang memperkirakan pertumbuhan di bawah 5%. The Jakarta Post+2Reuters+2
Namun, di sisi lain, banyak masyarakat yang merasa kondisi ekonomi bukanlah “normal”. Harga barang pokok naik, daya beli melemah, biaya hidup meningkat, penghasilan stagnan, dan ketidakpastian inflasi turut memberi desas-desus bahwa Indonesia “sedang darurat ekonomi”. Apakah klaim itu benar? Dan bagaimana kita mempertemukan data statistik resmi dengan pengalaman di lapangan? Berikut analisisnya.
Fakta Pertumbuhan Ekonomi 5,12%: Sumber & Komposisinya
Pertama-tama, mari kita lihat dari mana pertumbuhan 5,12% itu muncul.
-
Laporan BPS menyebut bahwa pertumbuhan ekonomi kuartal II-2025 datang dari beberapa sektor, antara lain konsumsi rumah tangga, investasi (Gross Fixed Capital Formation), ekspor barang dan jasa non-migas, serta sektor manufaktur. The Jakarta Post+3Badan Pusat Statistik Indonesia+3The Investor+3
-
Ada kenaikan konsumsi terutama di transportasi, restoran dan hotel, serta komunikasi. Aktivitas liburan dan mobilitas menjelang serta selama hari libur nasional turut meningkatkan permintaan. https://indonesiabusinesspost.com/+2The Jakarta Post+2
-
Namun demikian, beberapa indikator menunjukkan bahwa pertumbuhan tersebut belum dirasakan secara merata. Misalnya, kepercayaan konsumen diperkirakan melemah, penjualan ritel dan beberapa usaha kecil belum kembali ke level optimal; selain itu, ada fenomena “rojali” dan “rohana” (rombongan jarang beli / hanya nanya-nanya) sebagai gambaran bahwa meskipun ekonomi bertumbuh, aktivitas konsumsi tidak semua kuat. The Jakarta Post+2https://indonesiabusinesspost.com/+2
Kenapa Banyak yang Mengatakan Kondisi “Darurat”
Meski pertumbuhan positif, ada banyak faktor yang membuat sebagian warga merasa “darurat”. Berikut beberapa alasannya:
-
Inflasi dan Kenaikan Harga Barang Pokok
Kenaikan harga pangan, energi, transportasi, dan kebutuhan pokok lainnya sering kali lebih cepat dari kenaikan pendapatan. Sehingga daya beli nyata menurun. -
Stagnasi Pendapatan dan Upah
Untuk banyak orang kelas menengah ke bawah, kenaikan pendapatan tidak secepat inflasi maupun kenaikan biaya hidup. -
Ketimpangan dan Distribusi Manfaat
Pertumbuhan ekonomi seringkali dirasakan lebih oleh kelompok yang memiliki modal lebih besar atau berada di kota besar. Sementara itu, daerah terpencil atau usaha kecil masih menghadapi tantangan besar. -
Tuntutan Beban Hidup dan Utang
Biaya pendidikan, kesehatan, dan kebutuhan lainnya meningkat. Orang yang meminjam atau membeli barang konsumtif bisa tertekan karena bunga, cicilan, atau harga barang naik. -
Persepsi dan Realitas Berbeda
Banyak warga yang “tidak merasakan” pertumbuhan tersebut karena media atau statistik terlalu makro, sementara realitas mikro seperti warung kecil, buruh harian, tukang ojek, pedagang kaki lima, terasa berat.
Apakah Statistik Resmi Membantah “Darurat”?
Walau banyak yang merasa ekonomi sedang darurat, statistik resmi menunjukkan sisi positif:
-
Pertumbuhan 5,12% lebih tinggi dibanding Q1 2025 yang sekitar 4,87%. Reuters+2The Jakarta Post+2
-
Sektor-sektor seperti manufaktur, transportasi & pergudangan, serta komunikasi mencatat pertumbuhan yang baik. Badan Pusat Statistik Indonesia+1
-
Pengeluaran pemerintah termasuk stimulus/insentif dan proyek infrastruktur juga mendorong pertumbuhan. The Jakarta Post
Namun demikian, statistik juga menunjukkan beberapa kelemahan:
-
Konsumsi rumah tangga, meskipun naik, tumbuh tidak secepat harapan dan belum menyentuh semua lapisan masyarakat. https://indonesiabusinesspost.com/+1
-
Beberapa indikator tetap lemah seperti kepercayaan konsumen dan indeks retail di daerah tertentu. The Jakarta Post+1
-
Ada juga kritik terhadap metode atau komponen penghitungan statistik karena tidak selalu cocok dengan pengalaman nyata di lapangan. celios.co.id+1
Apakah Darurat? Bagaimana Menentukan Batas “Darurat Ekonomi”
“Darurat ekonomi” bukan istilah resmi umum, tetapi bisa diartikan sebagai situasi di mana kondisi ekonomi rakyat sangat terdampak hingga banyak kesulitan hidup sehari-hari. Agar bisa katakan “darurat”, setidaknya perlu melihat beberapa indikator:
-
Berapa persen masyarakat yang kehilangan pekerjaan atau pendapatan signifikan.
-
Tingkat inflasi vs pertumbuhan upah dan pendapatan riil.
-
Ketersediaan barang kebutuhan pokok dan kenaikan harga secara sistematis.
-
Konsumsi masyarakat kecil dan usaha mikro kecil menurun drastis.
-
Beban utang pribadi meningkat serta akses ke fasilitas dasar (kesehatan, pendidikan) terdampak.
Dari data yang ada, belum terdapat parameter resmi yang menyebut bahwa Indonesia secara keseluruhan dalam “darurat ekonomi”. Namun, banyak daerah dan kelompok masyarakat bisa dikatakan “mendesak” atau “kepepet” karena kenaikan harga dan tekanan pendapatan yang tidak seimbang.
Kesimpulan: Antara Optimisme Statistik dan Realitas Rakyat
Secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi 5,12% di Q2-2025 adalah berita baik dan menunjukkan bahwa ekonomi Indonesia memiliki daya tahan walau banyak tantangan eksternal maupun internal. Statistik resmi memberi gambaran bahwa konsumsi, investasi, dan sektor produksi tetap kuat.
Namun, optimisme ini tidak boleh menutupi nyata bahwa banyak rakyat merasakan beban yang berat: harga kebutuhan pokok naik, daya beli menurun, dan kesejahteraan belum membaik secara merata. Sehingga, klaim “darurat” bisa dipahami sebagai gambaran bahwa sebagian orang merasa sudah dalam keadaan darurat ekonomi pribadi.
Saran & Langkah yang Perlu Diperhatikan
Agar pertumbuhan ekonomi yang sudah baik ini bisa lebih dirasakan oleh semua lapisan masyarakat dan supaya jangan sampai muncul kondisi ekonomi darurat yang lebih luas, maka beberapa langkah penting adalah:
-
Menurunkan Inflasi dan Harga Pokok
Pemerintah harus fokus pada stabilisasi harga bahan pangan, BBM, energi, serta distribusi barang kebutuhan pokok. -
Meningkatkan Upah Riil
Mendorong kenaikan upah minimum yang sesuai dengan kenaikan biaya hidup dan inflasi agar daya beli rakyat tidak makin tergerus. -
Perlindungan untuk UMKM dan Usaha Mikro
Mempermudah akses modal, memberikan insentif, dan bantuan langsung agar usaha kecil tidak kolaps di tengah kenaikan biaya bahan baku. -
Transparansi dan Kepercayaan
Statistik dan data harus transparan agar masyarakat bisa memahami dari mana angka-angka pertumbuhan muncul, dan kenapa mereka mungkin belum merasakannya. -
Infrastruktur dan Layanan Publik yang Terjangkau
Perbaikan sistem transportasi, fasilitas kesehatan, pendidikan, dan transportasi publik agar biaya hidup tidak terbebani oleh layanan mahal.
Baca Juga : Berita Terbaru






Komentar