oleh

Kerja di Luar Negeri Jadi Tren, Apa Pemicunya?

Berita Viral 

Dalam beberapa tahun terakhir, tren bekerja di luar negeri kian meningkat di kalangan masyarakat Indonesia. Dari kota hingga pelosok desa, keinginan untuk menjadi tenaga kerja migran—baik formal maupun informal—terus bertumbuh. Pusat Pelatihan dan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (P3TKI) di berbagai daerah bahkan mencatat lonjakan jumlah pendaftar yang signifikan pasca pandemi COVID-19.

Fenomena ini menimbulkan pertanyaan penting: apa yang mendorong begitu banyak orang ingin meninggalkan tanah air untuk bekerja di negeri orang?

1. Faktor Ekonomi: Gaji Tinggi dan Mata Uang Asing

Alasan utama yang paling umum adalah ekonomi. Perbedaan gaji antara Indonesia dan negara tujuan seperti Hong Kong, Taiwan, Jepang, Korea Selatan, bahkan Arab Saudi bisa sangat mencolok. Seorang pekerja rumah tangga di luar negeri bisa mendapatkan penghasilan dua hingga tiga kali lipat dari UMR di Indonesia, bahkan lebih.

Selain itu, gaji dibayar dalam mata uang asing yang kursnya menguntungkan ketika dikonversi ke rupiah. Hal ini menjadikan kerja di luar negeri sebagai jalan cepat untuk memperbaiki kondisi finansial keluarga di kampung halaman.

2. Minimnya Peluang Kerja di Dalam Negeri

Tingginya angka pengangguran, terutama di kalangan muda, juga menjadi pemicu kuat. Lulusan SMA hingga sarjana kerap kesulitan mendapatkan pekerjaan layak dengan gaji yang cukup. Sementara itu, peluang kerja formal dalam negeri tidak berkembang secepat pertumbuhan angkatan kerja baru.

Kondisi ini membuat banyak orang merasa tidak punya pilihan selain mencari peluang di luar negeri, meski harus menghadapi berbagai risiko dan rintangan.

3. Harapan Hidup Lebih Baik dan Mobilitas Sosial

Bagi sebagian orang, bekerja di luar negeri adalah simbol harapan dan mobilitas sosial. Mereka melihat kisah sukses tetangga atau kerabat yang kembali dari luar negeri dengan membawa perubahan hidup—membeli rumah, membiayai sekolah anak, atau membuka usaha. Hal ini menciptakan dorongan psikologis yang kuat untuk mengikuti jejak tersebut.

Dalam masyarakat desa, menjadi TKI kadang dianggap lebih terhormat ketimbang menganggur di rumah atau bekerja serabutan.

4. Dorongan Agen dan Media Sosial

Peran agen penyalur kerja juga tak bisa diabaikan. Banyak dari mereka secara aktif mengkampanyekan keberhasilan para pekerja migran dan menawarkan fasilitas lengkap, mulai dari pelatihan bahasa, dokumen keberangkatan, hingga penempatan kerja.

Ditambah dengan eksposur di media sosial—video kehidupan pekerja Indonesia di luar negeri yang terlihat nyaman dan glamor—semakin memperkuat keinginan untuk ikut mencoba peruntungan.

5. Fasilitas dan Jalur Legal yang Meningkat

Pemerintah juga terus memperbaiki sistem migrasi tenaga kerja, membuat proses menjadi lebih aman dan legal. Negara-negara seperti Jepang dan Korea Selatan memiliki skema resmi seperti “Technical Intern Training Program” dan “EPS-TOPIK” yang memberi kesempatan kerja legal bagi warga Indonesia.

Fasilitas seperti ini membuat masyarakat lebih percaya diri untuk mengambil langkah bekerja ke luar negeri dengan jalur resmi dan aman.

Tantangan yang Tetap Ada

Namun, meski menjanjikan, bekerja di luar negeri tetap menyimpan tantangan. Masalah seperti eksploitasi, kekerasan, gaji yang tidak dibayar, hingga kerinduan terhadap keluarga masih menjadi cerita yang menyertai perjalanan para pekerja migran. Oleh karena itu, penting bagi setiap calon pekerja untuk mendapatkan pelatihan, informasi, dan perlindungan hukum yang memadai sebelum berangkat.


Penutup

Bekerja di luar negeri bukan sekadar tentang mendapatkan gaji lebih besar, tapi juga cerminan dari harapan akan kehidupan yang lebih baik. Namun, di balik tren ini tersimpan ironi: bahwa negeri sendiri belum sepenuhnya mampu menyediakan kesempatan yang layak bagi warganya. Selama kondisi ini belum berubah, eksodus pekerja migran kemungkinan besar akan terus menjadi pilihan rasional banyak orang.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1 komentar