Pada 2025, Indonesia kembali diguncang skandal korupsi skala besar—mulai dari penangkapan pegawai Wilmar terkait suap izin ekspor hingga kasus CSR BI yang menyeret anggota DPR. Dalam periode yang sama, terungkap pula kerugian negara triliunan rupiah akibat korupsi Jiwasraya dan Asabri. Meski Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merilis laporan tahunan dan meluncurkan indikator Monitoring Center for Prevention (MCP) 2025 untuk meningkatkan transparansi, skor Indeks Persepsi Korupsi (CPI) Indonesia stagnan di level 34 dari 100 pada 2024. Selain itu, Rencana Aksi Open Government Partnership (OGP) 2022–2024 menunjukkan kemajuan lambat pada komitmen open contracting. Artikel ini menginvestigasi praktik korupsi terkini dan mengevaluasi upaya transparansi publik di Indonesia pada 2025.
1. Kasus Korupsi Besar 2025
1.1 Skandal Wilmar dan Penahanan Pejabat
Pada 16 April 2025, Kejaksaan Agung menahan seorang pegawai Wilmar terkait kasus suap perizinan ekspor, menyusul penangkapan empat hakim dan dua pengacara yang diduga menerima Rp 60 miliar untuk memenangkan vonis tiga perusahaan. Kasus ini menyoroti keterlibatan korporasi besar dalam praktik suap lintas lembaga, serta lemahnya pengawasan internal perusahaan dan lembaga publik.
1.2 Kasus CSR BI dan Pemeriksaan DPR
KPK memeriksa anggota DPR Satori dalam dugaan korupsi dana CSR Bank Indonesia, yang aliran dananya diduga masuk ke rekening yayasan fiktif sebelum dialihkan ke rekening pribadi pelaku dan keluarga. Kasus ini bukan pertama kali Satori diperiksa untuk modus serupa sejak Februari 2025, menunjukkan pola penyalahgunaan dana CSR sebagai celah praktik korupsi.
1.3 Jiwasraya dan Asabri: Raksasa Keuangan Rubuh
PT Asuransi Jiwasraya mencatat kerugian negara Rp 16 triliun akibat investasi bodong dan penyelewengan premi nasabah. Kasus sejenis menimpa PT Asabri yang merugikan negara Rp 23,7 triliun, melibatkan eksekutif perusahaan serta manajer investasi eksternal. Audit BPK menyoroti minimnya transparansi laporan keuangan dan lemahnya pengawasan internal, memungkinkan korupsi berlangsung bertahun‑tahun tanpa terdeteksi.
2. Tren Korupsi Lainnya
Selain skandal korporasi besar, sejumlah kasus korupsi 2025 juga mencuat di sektor energi dan pengelolaan sampah. Kasus korupsi Pertamina senilai Rp 193,7 triliun dan skandal minyak goreng (Minyakita) menambah daftar panjang praktik suap dan manipulasi kontrak publik. Peristiwa‑peristiwa ini menggambarkan pola klasik korupsi pengadaan barang/jasa yang masih dominan di berbagai sektor.
3. Evaluasi Transparansi Publik
3.1 Indeks Persepsi Korupsi
Transparency International melaporkan CPI 2024, di mana Indonesia meraih skor 34 dari 100, stagnan sejak 2023, dan menempati peringkat 115 dari 180 negara. Skor ini mencerminkan persepsi publik yang masih pesimis terhadap upaya pemberantasan korupsi dan kebutuhan reformasi kelembagaan.
3.2 Rencana Aksi OGP 2022–2024
Dalam Rencana Aksi ketujuh OGP, Indonesia menetapkan 15 komitmen utama, termasuk open contracting dan akses keadilan publik. Namun, review periode 2022–2024 menunjukkan lambatnya integrasi database kontrak pemerintah antar-lembaga, serta hambatan koordinasi lintas sektor .
3.3 Inovasi KPK: MCP 2025
KPK meluncurkan indikator Monitoring Center for Prevention (MCP) 2025 untuk memetakan risiko korupsi di pemerintah daerah dan memantau kepatuhan tata kelola baik. Inisiatif ini diharapkan memperkuat pencegahan korupsi, namun keberhasilannya tergantung pada komitmen daerah dan ketersediaan data terbuka.
4. Tantangan Penegakan Hukum
4.1 Kerahasiaan Proses Pengadilan
Banyak dokumen korupsi masih diputus tertutup oleh pengadilan, membatasi akses publik untuk memverifikasi bukti dan menimbulkan keraguan terhadap keadilan proses.
4.2 Intervensi Politik
Kasus besar kerap dibayangi tekanan politik, baik dalam penunjukan penyidik KPK maupun keputusan penuntutan, yang berpotensi melemahkan independensi lembaga antikorupsi.
4.3 Kapasitas Institusi
KPK dan BPK masih menghadapi keterbatasan sumber daya dan teknologi forensik digital, sehingga kesulitan menindaklanjuti ragam kasus, terutama yang bernilai relatif kecil namun berdampak luas.
5. Rekomendasi Penguatan Transparansi
-
Open Procurement – Integrasikan e‑procurement nasional dan wajibkan publikasi kontrak secara real‑time di portal terbuka.
-
Sidang Terbuka – Terapkan prinsip sidang terbuka untuk kasus korupsi, kecuali menyangkut rahasia negara, guna meningkatkan akuntabilitas.
-
Proteksi Whistleblower – Perkuat undang‑undang perlindungan pelapor korupsi untuk mendorong partisipasi masyarakat.
-
Peningkatan Kapasitas – Tambah personel KPK, modernisasi forensik digital, dan pelatihan audit internal pada BUMN/BUMD.
-
Kolaborasi Multi‑Stakeholder – Libatkan LSM, media investigasi, dan perguruan tinggi dalam pengawasan implementasi Rencana Aksi OGP.
Kesimpulan
Laporan investigasi 2025 mengungkap bahwa praktik korupsi di Indonesia masih meluas—dari korporasi agribisnis, keuangan, hingga pengadaan energi—sementara upaya transparansi melalui CPI, OGP, dan inovasi KPK menunjukkan kemajuan namun belum tuntas. Penegakan hukum yang lebih terbuka, reformasi kelembagaan, dan partisipasi aktif publik menjadi kunci dalam menekan korupsi dan memperkuat akuntabilitas di masa mendatang.
baca juga : 10 alasan kamu harus coba lari pagi mulai besok
Komentar
1 komentar