angginews.com Di tengah derasnya arus informasi dan tekanan dari media sosial, banyak anak muda merasa terbebani oleh satu pertanyaan besar: “Kenapa aku belum sukses sebelum usia 25 tahun?” Bahkan, semakin hari, semakin banyak konten yang menampilkan anak-anak muda berusia 20-an sudah memiliki perusahaan, properti, dan hidup yang terlihat “sempurna”. Tapi benarkah ini sebuah keharusan? Dan siapa yang sebenarnya menciptakan standar usia sukses tersebut?


Awal Mula Standar “Sukses Sebelum 25”

Pertama-tama, penting untuk memahami dari mana asal mula standar ini muncul. Dalam banyak budaya, termasuk budaya populer global dan lokal, usia muda sering kali dikaitkan dengan energi, ide segar, dan potensi tak terbatas. Tambahan lagi, munculnya tokoh-tokoh muda sukses seperti Mark Zuckerberg, Billie Eilish, atau Ghozali Everyday (NFT Indonesia) seolah-olah menciptakan standar baru: bahwa sukses besar harus diraih sebelum usia matang.

Namun, jika dilihat lebih jauh, banyak dari narasi ini sebenarnya dibentuk oleh media dan algoritma yang hanya menyoroti sebagian kecil dari populasi. Oleh karena itu, penting untuk memisahkan antara kenyataan dan ilusi yang dibentuk oleh media digital.


Tekanan Sosial yang Tidak Terlihat

Lebih lanjut, banyak anak muda tidak menyadari bahwa tekanan untuk sukses muda ini bisa datang secara halus—dari orang tua, teman sebaya, atau bahkan sistem pendidikan. Banyak yang merasa harus punya pekerjaan mapan, rumah sendiri, atau bahkan bisnis sukses sebelum usia 25 tahun, padahal tidak semua orang punya jalan hidup yang sama.

Transisi menuju usia dewasa bukan hanya soal pencapaian, tetapi juga tentang belajar dari kegagalan, memahami diri, dan membangun pondasi hidup yang sehat secara fisik dan mental. Sukses bukanlah sprint, melainkan maraton.


Perspektif Lain: Definisi Sukses Itu Subjektif

Selanjutnya, kita perlu membahas definisi sukses itu sendiri. Bagi sebagian orang, sukses berarti memiliki penghasilan besar. Namun, bagi yang lain, sukses bisa berarti memiliki waktu luang, kesehatan yang prima, hubungan yang bahagia, atau hidup dalam passion. Maka dari itu, mendefinisikan sukses hanya dari satu kacamata ekonomi atau usia sangatlah menyempitkan makna kehidupan.

Bahkan, ada banyak tokoh dunia yang justru mencapai kesuksesan di usia lebih tua. Colonel Sanders mendirikan KFC pada usia 65 tahun. Vera Wang merintis karier desainernya di usia 40-an. Jadi, bukti nyata ini memperkuat satu hal: waktu sukses setiap orang berbeda.


Realitas: Setiap Orang Memiliki Kecepatan Berbeda

Tidak kalah penting, kita harus mengakui bahwa kondisi ekonomi, latar belakang keluarga, dan kesempatan yang tersedia juga memainkan peran penting dalam pencapaian. Seorang anak dari keluarga berada tentu memiliki akses lebih cepat terhadap modal usaha atau pendidikan berkualitas.

Namun, bukan berarti mereka yang tidak memiliki semua itu tidak bisa sukses. Justru, banyak kisah inspiratif datang dari mereka yang membangun segalanya dari nol. Hanya saja, prosesnya tentu membutuhkan waktu lebih lama dan lebih banyak rintangan.


Apa yang Sebaiknya Dilakukan di Usia 20-an?

Daripada mengejar “tenggat waktu” yang dibuat-buat, ada baiknya fokus pada pembangunan fondasi diri. Misalnya:

  1. Kenali Diri Sendiri
    Pelajari minat dan nilai hidupmu. Semakin dini kamu paham siapa dirimu, semakin baik kamu membuat keputusan hidup.

  2. Kembangkan Keterampilan
    Di era digital saat ini, keterampilan praktis seperti coding, desain, menulis, bahkan komunikasi adalah modal penting untuk masa depan.

  3. Bangun Jaringan Sosial
    Koneksi sering kali lebih kuat daripada sekadar ijazah. Relasi yang sehat dan luas bisa membuka banyak pintu kesempatan.

  4. Belajar dari Kegagalan
    Usia muda adalah waktu terbaik untuk gagal dan bangkit kembali. Lebih baik gagal di usia 20-an dan belajar darinya daripada menyesal di usia 40-an.


Menciptakan Narasi Baru: Sukses dengan Versi Sendiri

Maka dari itu, penting bagi generasi muda untuk membangun narasi sukses mereka sendiri. Tidak semua orang harus menjadi CEO, influencer, atau pengusaha muda. Menjadi guru yang menginspirasi, pekerja sosial yang berdampak, atau petani yang sejahtera pun bisa disebut sukses—selama itu selaras dengan tujuan hidup kita.

Lebih jauh lagi, mengukur sukses dari kebahagiaan dan kepuasan batin justru lebih sehat daripada mengejar pencapaian demi validasi eksternal.


Kesimpulan: Hidup Tidak Harus Lomba Lari

Pada akhirnya, tidak ada aturan resmi yang mengatakan bahwa kamu harus sukses sebelum usia 25 tahun. Aturan itu tidak tertulis di konstitusi mana pun, dan tidak diakui oleh alam semesta. Itu hanyalah tekanan sosial yang dibangun dari budaya perbandingan. Maka, daripada berlari demi mengejar validasi luar, cobalah berjalan di jalurmu sendiri—dengan keyakinan, kerja keras, dan rasa syukur.

Karena, sejujurnya, hidup bukan soal siapa yang lebih cepat, tapi siapa yang tetap bertahan dan bahagia sampai akhir.

Baca Juga : Berita Terkini

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *